Program akses awal OpenAI untuk Sora, alat AI generatif yang dipasarkan sebagai mitra kreatif bagi para seniman, menghadapi kritik keras. Para seniman yang berpartisipasi dalam program ini menyatakan bahwa inisiatif ini memprioritaskan kepentingan perusahaan daripada mendorong inovasi artistik yang asli. Skandal ini berpusat pada klaim bahwa seniman memberikan karya yang tidak dibayar, bertindak sebagai “penguji bug gratis” dan memberikan masukan yang berharga dengan kompensasi minimal.
Peluncuran Sora berjanji untuk memberdayakan para seniman dengan memberi mereka akses gratis terhadap teknologi AI generatif yang mutakhir. Namun, banyak dari 300 peserta berpendapat bahwa inisiatif ini lebih menguntungkan upaya pemasaran dan hubungan masyarakat OpenAI dibandingkan para seniman itu sendiri. Sebagai imbalan atas karyanya, seniman menerima hadiah terbatas dan harus menyerahkan karyanya untuk mendapatkan persetujuan OpenAI sebelum membagikannya secara publik.
Seniman menuntut kompensasi yang adil atas karya mereka
Para peserta telah mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap apa yang mereka gambarkan sebagai eksploitasi karya kreatif. Banyak yang percaya bahwa kontribusi mereka yang belum dibayar kepada Sora digunakan untuk menyempurnakan produk bagi perusahaan senilai $150 miliar, sementara kompensasi (kesempatan untuk memutar film buatan AI mereka) tidak ada artinya jika dibandingkan dengan nilai kontribusi mereka.
Dalam surat terbuka kepada OpenAI, para seniman menekankan ketidaksenangan mereka diperlakukan sebagai peneliti dan promotor merek yang tidak dibayar. “Kami bukan penguji bug gratis, antek PR, data pelatihan, atau token validasi Anda,” kata pernyataan itu. Surat tersebut juga mengkritik sifat kompetitif dari program tersebut, di mana hanya segelintir orang yang akan melihat karya mereka dipamerkan, sehingga memperbesar kesenjangan antara keuntungan perusahaan dan pengakuan seniman.
Kekhawatirannya lebih dari sekedar kompensasi moneter. Peserta berpendapat bahwa persyaratan persetujuan OpenAI mengekang kebebasan artistik dan menurunkan pencipta ke fungsi periklanan untuk alat AI, daripada memberdayakan mereka untuk berinovasi secara mandiri.
‘Pencucian seni’ atau kemajuan perusahaan? Perdebatan tentang AI dalam seni
Kritikus menyebut peluncuran Sora sebagai contoh “pencucian seni”, di mana inisiatif perusahaan yang bertujuan mengintegrasikan AI ke dalam bidang kreatif tampaknya mengeksploitasi seniman dengan kedok kolaborasi. Dengan membagikan alat ini kepada publik, beberapa artis berharap dapat menyoroti kesenjangan ini dan mendorong transparansi dan kesetaraan yang lebih besar dalam rilisan mendatang.
Meski mendapat reaksi negatif, banyak peserta yang tidak menentang pengintegrasian AI ke dalam seni. Mereka menganjurkan sistem yang benar-benar mendukung dan mengangkat derajat seniman sekaligus mengatasi masalah etika seputar pekerjaan tidak berbayar.
Pengguna internet bereaksi terhadap kontroversi tersebut
Program Sora telah memicu perdebatan online, di mana pengguna internet berbagi berbagai perspektif:
- @creative_uprising: “Seniman berhak mendapatkan gaji yang adil atas karyanya. Perusahaan bernilai miliaran dolar dapat melakukan lebih baik daripada penelitian dan pengembangan gratis!
- @techentusiast23: “Ini hanyalah sebuah tindakan inovasi. Berhentilah mengeluh dan beradaptasilah dengan masa depan yang didorong oleh AI.”
- @protespintada: “Menegur OpenAI karena mengeksploitasi pembuat konten. Mereka perlu memberi contoh dalam mendukung seni!
- @ai_love_hate: “Ada garis tipis antara kolaborasi dan eksploitasi. OpenAI perlu memperjelas niatnya.”
- @visionary_vibes: “Potensi Sora sangat besar, tapi artis tidak boleh diperlakukan sebagai subjek tes sekali pakai.”
- @art_unleashed: “Bersemangat untuk rilis publik Sora, tapi reaksi ini merupakan peringatan bagi OpenAI.”
Masa depan seni yang didukung AI bergantung pada keseimbangan antara inovasi perusahaan dan perlakuan etis terhadap pencipta. Kontroversi seputar Sora menyoroti pentingnya transparansi dan kolaborasi dalam membentuk bidang yang terus berkembang ini.