Pada tanggal 22 Desember 2024, terjadi insiden serius di Laut Merah ketika dua pilot Angkatan Laut AS secara tidak sengaja ditembak jatuh oleh kapal Angkatan Laut AS, USS Gettysburg. Para pilot, yang terbang dari kapal induk USS Harry S Truman, sedang beroperasi di daerah tersebut ketika USS Gettysburg menembaki pesawat mereka. Untungnya, kedua pilot berhasil keluar dari pesawat F/A-18 Super Hornet mereka dan diselamatkan hidup-hidup, dengan hanya satu pilot yang menderita luka ringan. Insiden ini menyoroti risiko peperangan modern yang terus berlanjut, bahkan dengan teknologi canggih.
Ketakutan di Laut Merah
Insiden tembak-menembak ini adalah salah satu yang paling serius dalam lebih dari satu tahun terakhir bagi militer AS. Komando Pusat membenarkan bahwa USS Gettysburg secara tidak sengaja menembaki jet tempur Angkatan Laut AS yang baru saja lepas landas dari USS Harry S Truman. Para pilotnya tidak terluka, namun insiden tersebut menunjukkan sifat operasi yang berbahaya dan seringkali kacau di Laut Merah, meskipun terdapat pasukan angkatan laut AS dan Eropa yang berpatroli di wilayah tersebut untuk mencegah serangan oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran.
Acara ini menarik perhatian pada isu-isu yang mengarah pada baku tembak, seperti cepatnya operasi militer, kurangnya komunikasi antar cabang militer, dan keterbatasan senjata paling canggih sekalipun. Friendly fire bukan sekadar kecelakaan langka. Ini adalah masalah serius yang mempengaruhi kekuatan militer di mana pun, terutama di zona pertempuran yang penuh ketegangan.
Sebuah pola insiden
Menurut Matija Seric di Ulasan EurasiaInsiden tembak-menembak telah menjadi bagian dari peperangan selama berabad-abad. Salah satu kasus pertama dan paling terkenal terjadi pada tahun 1758 selama Perang Perancis dan India. Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Kolonel George Washington secara tidak sengaja menyerang pasukannya sendiri dalam kondisi jarak pandang rendah, mengakibatkan 13 orang tewas. Ini adalah salah satu kasus baku tembak pertama yang tercatat yang disebabkan oleh kesalahan identifikasi.
Memasuki abad ke-20, skala perang membuat insiden tembak-menembak menjadi lebih umum terjadi. Kedua Perang Dunia memiliki banyak contoh. Pada Perang Dunia II, Sekutu mengalami beberapa kasus serangan yang salah arah.
Dalam sebuah insiden terkenal, pesawat Jerman secara tidak sengaja membom kapal Jerman di Laut Utara pada tahun 1940. Menurut Jaringan Sejarah PerangSelama Pertempuran Tobruk, tembakan antipesawat Italia menembak jatuh sebuah pesawat Italia, menewaskan beberapa tokoh penting, termasuk Italo Balbo, gubernur Libya.
Perang Vietnam membuat tembak-menembak menjadi masalah yang lebih besar. Tentara Amerika bertempur di hutan lebat, sehingga sulit membedakan musuh dan sekutu. Sekitar 5 persen dari seluruh korban dalam Perang Vietnam disebabkan oleh tembakan ramah, yang menunjukkan betapa berisikonya kesalahan identifikasi dalam kondisi kacau seperti itu.
Perang Teluk pada tahun 1990an dan 2000an menyaksikan perubahan besar dalam insiden tembakan ramah karena pesatnya kemajuan teknologi militer. Perang Teluk Pertama adalah titik balik yang penting, karena teknologi baru seperti senjata canggih, penglihatan malam, dan rudal berpemandu presisi digunakan secara luas.
Namun, perbaikan ini juga menyebabkan lebih banyak korban kebakaran ramah. Pada Perang Teluk tahun 1991, 24 persen korban militer Amerika disebabkan oleh tembakan teman, sebuah statistik mengejutkan yang menunjukkan betapa rumitnya peperangan modern. Menurut Matija Seric di Ulasan Eurasia77 persen kendaraan militer AS yang hancur dalam perang tersebut secara tidak sengaja dihantam oleh pasukan AS atau sekutu.
Tren ini berlanjut selama Perang Irak (2003-2011), dimana tantangan pertempuran di perkotaan, taktik gerilya, dan perubahan rencana pertempuran yang cepat menyebabkan banyak kasus kesalahan identifikasi. Contoh tragis terjadi selama invasi tahun 2003, ketika pesawat A-10 Amerika secara keliru menyerang kendaraan lapis baja Inggris, menewaskan satu tentara Inggris dan melukai beberapa lainnya. Para pilot kemudian dibebaskan dari tuduhan melakukan kesalahan, namun insiden tersebut menunjukkan betapa berbahayanya sistem komunikasi dan identifikasi yang buruk.
Tembakan persahabatan tahun 2019 di Kashmir
Pada 27 Februari 2019, sebuah helikopter Mi-17 V5 secara tidak sengaja ditembak jatuh dalam insiden tembak-menembak di dekat Srinagar, menewaskan enam orang di dalamnya. Hal ini terjadi pada hari yang sama ketika Angkatan Udara Pakistan meluncurkan pesawat terhadap situs militer India di Jammu dan Kashmir, menyusul serangan udara India terhadap kamp teroris di Balakot, Pakistan.
Insiden tembak-menembak, yang mana salah satu pihak secara keliru menyerang pasukannya sendiri, sering terjadi di wilayah dengan ketegangan tinggi. Insiden tahun 2019 menyoroti beberapa masalah penting, seperti kebingungan yang dapat timbul selama eskalasi konflik yang cepat dan tantangan dalam mengidentifikasi target secara akurat dan real-time selama pertempuran. Insiden Angkatan Laut AS baru-baru ini di Laut Merah menjadi pengingat betapa mudahnya kekuatan militer membingungkan sekutu dengan musuh dan bagaimana kecelakaan serupa terus terjadi di zona konflik di seluruh dunia.
Peperangan modern dan bahaya teknologi
Ketika peperangan menjadi lebih maju secara teknologi, orang akan berpikir bahwa insiden tembakan ramah akan berkurang. Namun pada kenyataannya, teknologi yang dirancang untuk membuat operasi militer lebih tepat sering kali menyebabkan lebih banyak korban jiwa akibat tembakan. Penggunaan senjata jarak jauh, drone, dan sistem penargetan otomatis dapat mempersulit identifikasi musuh dengan benar. Masalah seperti miskomunikasi dan kesalahan perangkat lunak dapat dengan mudah menyebabkan kesalahan yang berakibat fatal.
Menurut Institut Angkatan Laut AS, Perang Teluk dengan jelas menunjukkan masalah ini: meskipun teknologinya meningkatkan akurasi penargetan, teknologi ini juga menimbulkan risiko baru karena keterbatasan sistem, kurangnya pelatihan yang tepat, dan kebingungan dalam perang. Senjata modern dan sistem pelacakan lebih cepat daripada reaksi manusia, sehingga memudahkan tentara untuk menembak sasaran tanpa sepenuhnya memastikan siapa mereka.
Di Laut Merah, militer AS menggunakan sistem radar dan satelit yang kompleks untuk melacak pergerakan musuh dan melindungi sekutu. Namun, dalam lingkungan zona pertempuran yang bergerak cepat, sistem paling canggih sekalipun bisa gagal. Serangan USS Gettysburg yang tidak disengaja terhadap F/A-18 Super Hornet adalah pengingat bahwa tembakan ramah tetap menjadi risiko nyata, meskipun ada kemajuan dalam teknologi militer.